Di indonesia sendiri dikenal tiga jenis masyarakat hukum dalam kerapatan adat yakni kerapatan adat sistem matrilineal yaitu sistem yang ditarik atau dilihat dari garis ibu (perempuan), sistem patrilineal yakni sistem garis keturunan yang dilihat atau ditarik dari garis ayah ( laki-laki) dan sistem parental yaitu sistem garis keturunan yang ditarik atau dilihat dari garis ayah maupun ibu. Masyarakat hukum ini bersifat genealogis yaitu suatu kesatuan masyarakat yang teratur, dimana para anggotanya terikat pada satu garis keturaunan yang sama dari satu leluhur, baik secara langsung karena hubungan darah (keturunan) atau secara tidak langsung karena pertalian perkawinan atau pertalian adat. Tetapi dalam hal ini yang penulis tinjau adalah sistem matrilineal sebagai contoh daerah Minangkabau yang menganut sistem matrilineal dimana dalam sistem kepemimpinan didaerah minangkabau dikenal adanya penghulu yang merupakan salah seorang pemimpin dalam kerapatan adat nagari dimana kedudukannya berada pada tingkatan suku.
Dalam organisasi kekerabatan adat minangkabau, pada dasarnya dikenal dengan empat tingkatan yakni :
1) Serumah yang dipimpin oleh “mamak” rumah
2) Jurai yang dipimpin oleh “mamak jurai”
3) Paruik yang dipimpin oleh “tungganai” atau mamak kepala waris
4) Suku yang dipimpin oleh “penghulu” sendiri.
Dari keempat organisasi kekerabatan diatas, pemimpinnya adalah seorang laki-laki. Melihat hal demikian sudah jelas bagi kita semua bahwa walaupun minangkabau menganut sistem matrilineal tapi bukan matrianchaat.
Dalam sistem matrilinal dikenal adanya sistem bukan matrianchaat yakni walaupun perempuan adalah pemegang harta pusaka dan garis keturunan dalam keluarga namun dalam sistem kepemimpinan tetap dipimpin oleh seoarang laki-laki contohnya mamak kepala waris adalah laki-laki tertua dalam keluarga, mamak kepala jurai adalah seorang laki-laki tertua, tungganai dalam paruik dipimpin oleh laki-laki dan seorang penghulu dalam sebuah nagari dipimpin oleh seorang laki-laki. Hal ini menyatakan bahwa peranan laki-laki sangatlah besar dalam memimpin kerapatan adat minangkabau
ada pula cara pernikahan di minangkabau yang berbeda dengan daerah lainnya
Tradisi perhelatan pernikahan menurut adat Minangkabau yang
lazimnya melalui sejumlah prosesi, hingga kini masih dijunjung tinggi untuk
dilaksanakan, yang melibatkan keluarga besar kedua calon mempelai, terutama
dari keluarga pihak wanita.
Tata cara perkawinan di Sumatra Barat sangat beragam antar luhak
adat yang satu dengan luhak adat lainnya. Bahkan antara nagari yang sama dalam
satu luhak adat pun berbeda tata caranya. Namun, seiring dengan waktu, terutama
bagi warga Minang di rantau, urang-urang awak sekarang sudah mau menerima tata
cara dari nagari dan luhak adat Minang lainnya, yang dianggap cukup baik dan
menarik untuk dilaksanakan. Misalnya untuk hiasan kepala pengantin wanita yang
disebut suntiang balenggek. Awalnya hanya digunakan oleh orang-orang di daerah
Padang-Pariaman. Tetapi kini juga dipakai oleh semua anak daro urang Minang.
Demikian juga dengan malam bainai dan tata cara menginjak kain putih, yang juga
awalnya hanya digunakan di beberapa daerah tertentu di Sumatra Barat. Bagaimana
tradisi dan upacara pernikahan adat Minang yang lazim dilakukan oleh masyarakat
Minang di masa kini? Berikut adalah tradisi dan upacara adat yang biasa
dilakukan baik sebelum maupun setelah acara pernikahan:
1. MARESEK
Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari
rangkaian tata-cara pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di
Minangkabau yaitu matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga
pria. Lazimnya pihak keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau
buah-buahan. Pada awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk
mencari tahu apakah pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan
si gadis. Prosesi bisa berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai
sebuah kesepakatan dari kedua belah pihak keluarga.
2. MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)
Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon
mempelai pria untuk meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke
proses bertukar tanda sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat
diputuskan secara sepihak. Acara ini melibatkan orangtua, ninik mamak dan para
sesepuh dari kedua belah pihak. Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang
membawa sirih pinang lengkap disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat
dari daun pandan) yang disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain
itu juga membawa antaran kue-kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal
pertemuan mengandung makna dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak
akan menjadi gunjingan, serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat
dan diingat selamanya. Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka
tando (bertukar tanda). Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda
pusaka seperti keris, kain adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi
keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara penjemputan calon mempelai pria.
3. MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN
Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang
rencana pernikahan kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya,
kakak-kakaknya yang telah berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang
sama dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang
sudah berkeluarga dengan cara mengantar sirih. Calon mempelai pria membawa
selapah yang berisi daun nipah dan tembakau (sekarang digantikan dengan rokok).
Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita, untuk ritual ini mereka akan
menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa
untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan
bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.
4. BABAKO-BABAKI
Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako)
ingin memperlihatkan kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai
kemampuan. Acara ini biasanya berlangsung beberapa hari sebelum acara akad
nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan yang
disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning
singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon mempelai
wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak
maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon
mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para
tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali
ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang
bantuan tadi.
5. MALAM BAINAI
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau
daun inai ke kuku-kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari
sebelum akad nikah. Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu
dari para sesepuh keluarga mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan
antara lain air yang berisi keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk,
payung kuning, kain jajakan kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon
mempelai. Calon mempelai wanita dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa
keluar dari kamar diapit kawan sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik
dengan memercikkan air harum tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua
orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon mempelai wanita diberi inai.
6. MANJAPUIK MARAPULAI
Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh
rangkaian acara perkawinan menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria
dijemput dan dibawa ke rumah calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad
nikah. Prosesi ini juga dibarengi pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai
pria sebagai tanda sudah dewasa. Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita
harus membawa sirih lengkap dalam cerana yang menandakan kehadiran mereka yang
penuh tata krama (beradat), pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning
singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir
Sumatra Barat biasanya juga menyertakan payung kuning, tombak, pedang serta
uang jemputan atau uang hilang. Rombongan utusan dari keluarga calon mempelai
wanita menjemput calon mempelai pria sambil membawa perlengkapan. Setelah
prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-barang
diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman calon
mempelai wanita.
7. PENYAMBUTAN DI RUMAH ANAK DARO
Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon
mempelai wanita lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik
tradisional khas Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang
Adat timbal balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta
disambut para dara berpakaian adat yang menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano
adat lengkap, payung kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih
merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan. Keluarga mempelai wanita
memayungi calon mempelai pria disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik.
Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap.
Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum
memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang
mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya
akad.
8. TRADISI USAI AKAD NIKAH
Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad
nikah. Yaitu memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu kening,
mengeruk nasi kuning dan bermain coki.
-
Mamulangkan Tando
Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan
sebagai ikatan janji sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak.
-
Malewakan Gala Marapulai
Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tanda
kehormatan dan kedewasaan yang disandang mempelai pria. Lazimnya diumumkan langsung
oleh ninik mamak kaumnya.
-
Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan
kening mereka satu sama lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan
wajah keduanya dipisahkan dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara
perlahan. Setelah itu kening pengantin akan saling bersentuhan.
-
Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri
harus selalu saling menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua
pengantin berebut mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi
kuning.
-
Bamain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam
permainan catur yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai
halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan
kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta kemesraan.
sumber :www.elidiki.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar