Kamis, 17 April 2014

berfikir dekdutif

1. Silogisme Kategorial

Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.

Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.

Yang perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita tidak demikian nampak, entah di realita pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu.
Dalam hal seperti ini kita perlu mnenentukan: 1) kesimpulan apa yang disampaikan; 2) mencari dasar-dasar atau alasan yang dikemukakan sebagai premis-premisnya; dan 3) menyusun ulang silogisme yang digunakannya; kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme.
Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat, alasan, atau gagasan yang kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima begitu saja kebenaran / opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat yang kita terima.

SILOGISME HIPOTESIS

Silogisme hipotesis adalah model argumentasi yang premis mayornya berupa proposisi kondisional. Premis mayor ini terdiri dari dua bagian: bagian pertama mengandung syarat (sebab) yang dimulai dengan “jika…”; lazimnya disebut antesedens, dan bagian kedua mengandung apa yang disyaratkan (akibat) yang dimulai dengan “maka…”; lazimnya disebut konsekuens. Dalam logika, premis mayor dari argumen ini biasanya tersusun dalam empat pola, yakni : a) “jika A, maka B” b) “jika A, maka bukan B” c) “jika bukan A, maka B” d)“jika bukan A, maka bukan B”. Argumen kondisional dengan premis mayor yang tersusun dalam empat pola itu, dikenal dalam dua jenis, yakni argumentasi kondisional dalam arti luas dan argumentasi kondisional dalam arti sempit. Jika mahasiswa sudah memahami silogisme hipotesis secara teknis, maka atas dasar berbagai pertimbangan pikiran, mahasiswa dapat menghindarkan diri dari perilaku plagiarisme.
 

Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh:
   Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
   Nenek Sumi berada di Bandung.
Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.

 Entimem

Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2) Karena C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detail bagian per bagian yang akan memperbanyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.

Contoh:

1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.

Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor sebagai dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik kesimpulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar